Senin, 24 Mei 2010

Napak "Tilas Gerakan 1928"

Dahulu seorang Soekarno pernah mengatakan "berilah aku sepuluh orang pemuda" maka aku akan merubah dunia". Pemimpin besar yang lain pun pernah mengatakan "setiap aku menemui masalah yang kucari adalah pemuda". Itulah kata-kata Umar bin Khattab.

Pemuda memang selalu menjadi penggerak sebuah perubahan. Untuk memenangkan sebuah pemikiran baru, memenangkan sebuah perubahan, memang diperlukan keyakinan yang kuat akan pemikiran itu. Keikhlasan, siap berkorban untuk membelanya, dan beramal untuk mewujudkannya. Dan keempat ciri itu adalah karakteristik yang dipunyai oleh pemuda. Bukan yang lainnya.

Sejarah negeri ini pun telah membuktikannya. Pemuda selalu menjadi titik tolak sebuah perubahan bagi bangsa. Negeri ini telah melahirkan generasi-generasi yang telah menuntaskan peran sejarahnya.

Ada generasi 1928 yang mempelopori persatuan nasional dalam simbol tanah air, kebangsaan, dan bahasa persatuan melalui sumpah pemuda yang melegenda. Ada generasi 1945 yang memproklamasikan dan mempelopori kemerdekaan negeri ini. Generasi 1966 yang menyelamatkan negeri ini dari ideologi Komunis yang menghancurkan. Terakhir generasi 1998 yang mengakhiri era yang penuh kebusukan selama 32 tahun lebih.

Oleh karena itu lebih daripada hanya menjadikan peristiwa-peristiwa sejarah itu sebagai simbol-simbol atau coretan-coretan yang menghiasi buku pelajaran sejarah kita, yang lebih penting adalah mengambil semangat perubahan dan anti-stagnansi dari para pendahulu kita itu. Walaupun zaman tak lagi sama tantangan yang dihadapi berbeda, potensi yang dipunyai berbeda, tetapi semangat untuk bergerak itu harus tetap ada.

Jiwa yang menolak untuk tetap diam melihat sesuatu yang salah harus terus terjaga. Jiwa yang terus menginginkan perubahan menuju ke arah yang lebih baik harus terus dipelihara.

Hal pertama yang harus dilakukan untuk mengembalikan semangat itu adalah dengan merevitalisasi semangat kepemudaan. Menggali makna-makna gerakan pemuda, dan menyesuaikan tantangan kekinian dan kedisinian. Nah, "Gerakan 1928" dengan sumpah pemudanya mempunyai karakteristik yang khas.

Pada saat itu Indonesia masih diselimuti awan penjajahan. Masih dikungkung oleh sekat-sekat pulau dan suku. Namun, "Gerakan 1928" mampu melawan itu semua, dan melahirkan sumpah yang fenomenal, Sumpah Pemuda. Sumpah yang membulatkan tekad untuk mempersatukan Indonesia yang berbeda-beda menjadi satu bangsa yang berdaulat. Dari sinilah cikal bakal persatuan Indonesia dan semangat untuk memerdekakan diri dari cengkraman penjajah.

Karakteristik yang menarik lainnya adalah bahwa gerakan ini diprakarsai oleh kaum intelektual muda. Belanda yang saat itu menjalankan politik etis dan mengirimkan beberapa putra pribumi untuk belajar ke negeri mereka harus menelan kenyataan pahit. Kaum pribumi yang tadinya diharapkan dapat menjadi alat bantu legitimasi Belanda atas Indonesia malah berbalik menjadi penyemangat bangsanya untuk memerdekakan diri dari Belanda. Mereka menjadi inti gerakan melawan penjajah Belanda saat itu dan mencoba untuk mempersatukan Indonesia melawan penjajah.

Selain itu "Gerakan 1928" berhasil mengeliminasi perbedaan-perbedaan yang ada dan mampu menyamakan tujuan dan visinya. Saat itu pada saat teknologi informasi masih sangat sederhana dan komunikasi yang dibangun tidak dapat sesering saat ini "Gerakan 1928" mampu menyatukan diri di antara perbedaan-perbedaan yang ada.

Mereka mampu menyatukan wadah gerakan kedaerahan seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Cilebe dalam wadah yang jauh lebih besar dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Perhimpunan inilah yang akhirnya memprakarasi Kongres Pemuda Kedua yang melahirkan Sumpah Pemuda.

"Gerakan 1928" juga berhasil dalam membuat "karya nyata" bagi Bangsa Indonesia saat itu. Pada saat itu ketika awan penjajahan masih menyelimuti Nusantara dan rakyat Indonesia disekat oleh batas-batas kedaerahan, ide, dan semangat untuk menyatukan Indonesia benar-benar suatu karya yang sangat fenomenal. Saat itu untuk pertama kalinya diperkenalkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan ketika itu pula untuk pertama kalinya diperdengarkan lagu "INDONESIA" karangan Wage Rudolf Supratman.

"Gerakan 1928" kemudian juga mencontohkan bahwa untuk membangun Indonesia ini yang diperlukan bukanlah seorang pemimpin impian ataupun presiden idaman. Yang diperlukan oleh Indonesia saat ini adalah suatu tim impian yang terdiri dari orang-orang yang mempuyai visi yang jelas untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik dan bermartabat.

Seperti ketika itu, para Anggota Panitia Kongres Pemuda Kedua itu terdiri dari pemuda Indonesia dari berbagai kalangan yang menyadari penting membentuk satu kekuatan dalam satu tim. Di antara para pemuda itu terdapat nama, Soegondo Djojopoespito dari PPPI (ketua), Djoko Marsaid dari Jong Java (wakil ketua), Muhammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond (Sekretaris), Amir Sjarifudin dari Jong Sumatranen Bond (bendahara), Djohan Mu Tjai dari Jong Islamieten Bond.

Kontjosoengkoeno dari PI, Senduk dari Jong Celebes, J Lemeina dari Jong Ambon, dan Rohyani dari Pemoeda Kaum Betawi. Panitia didukung tokoh-tokoh senior seperti Mr Sartono, Mr Muh Nazif, AIZ Mononutu, serta Mr Soenario. Hadir pula sebagai undangan sekitar 750 orang di mana terdapat nama-nama yang kemudian terkenal seperti Kartakusumah (PNI Bandung), Abdulrachman (BO Jakarta), Karto Soewirjo (PB Sarekat Islam), Muh Roem, Soewirjo, Sumanang, Masdani, Anwari, Tamzil, AK Gani, Kasman Singodimedjo, Saerun (wartawan Keng Po), WR Supratman.

Dari nama-nama yang hadir jelas bahwa Kongres Pemuda Kedua di mana diikrarkan Sumpah Pemuda bukan pekerjaan dalam sedikit waktu saja, dan terang juga bukan hasil usaha dari beberapa gelintir orang saja.

Marilah kita semua, para pemuda Indonesia, yang menginginkan agar negeri ini dapat tersenyum, menggelorakan semangat pemuda sekali lagi, kini tibalah masa kita untuk dapat mengambil peran sejarah itu. Kata kunci yang "Generasi 1928" wariskan untuk perjuangan kita ke depan adalah jangan pernah terkekang oleh keterbatasan. Teruslah belajar, bersatulah, dan berkaryalah sekecil apa pun itu.

Semoga dengan semangat kita yang terus dipelihara, dengan tekad yang selalu digelorakan, dengan niat yang ikhlas, dan dengan amal yang nyata, Indonesia mampu menatap masa depannya dengan seyuman bahkan tawa kebahagiaan.



Sumber:www.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar