Kamis, 23 Desember 2010

Menggunakan Keunggulan Kompetitif Teori untuk Menganalisis TI di Sektor Negara-Negara Berkembang

artikel 3

Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan panduan bagi para peneliti dan analis tentang kapan, mengapa, dan bagaimana menerapkan keunggulan kompetitif’s Porter teori analisis sektor TI di negara berkembang. Sampai saat ini, teori ini telah agak kurang diterapkan dalam analisis tersebut, namun pertanyaan tentang bagaimana mengembangkan negara-sebagai pendatang baru-dapat menciptakan keunggulan kompetitif dalam industri TI tetap menjadi salah satu kepentingan penting untuk pembuat kebijakan, pengusaha, dan lembaga internasional

Untuk membantu peneliti, identifikasi tulisan muncul tantangan untuk teori Porter yang dapat diselesaikan secara relatif lebih mudah, tetapi juga beberapa kurang mengikuti masalah di sekitar isu kebijakan pemerintah, proses upgrade / inovasi, dan hubungan golbal. Semua ini membutuhkan beberapa identifikasi untuk mengubah ide asli Porter. Meskiun demikian teori Porter terlihat menjadi alat yang berharga untuk pembangunan informasi penetilian.

Menggunakan teori keunggulan kompetitif atas analisis teknologi dan informasi sektor di negara berkembang adalah cara efektif yang diterapkan untuk analisissektor TI di negara berkembang, dengan komponen : Barang, perangkat lunak, infrastruktur, jasa dan isi.

.

Teknologi Informasi dan Komunikasi Membuat Perbedaan dalam Pembangunan Ekonomi Transisi?

Segala upaya membangun dan memperluas fasilitas telekomunikasi di Indonesia, meskipun bertujuan baik dan perlu didukung, memiliki potensi masalah besar dan mendasar. Usaha pembangunan ini memerlukan investasi yang tidak sedikit. Sebagai gambaran, di tahun 2003 menurut estimasi Mastel, industri operator Indonesia menghabiskan investasi sebesar Rp. 40 triliun, sedangkan revenue yang diperoleh diperkirakan sekitar Rp. 50 triliun. Proporsi yang investasi yang sangat dominan ini menyebabkan waktu pengembalian modal mencapai sekitar 7 tahun. Hal ini diperburuk dengan persaingan harga yang sangat tajam, sehingga menurunkan kemampuan operator untuk memperpendek waktu pengembalian modal. Dari investasi sebesar ini, industri produk dalam negeri hanya mendapat pangsa pasar kurang dari 1%. Kontribusi industri manufaktur telekomunikasi nasional hanya berkisar 3% dari total belanja nasional infrastruktur telekomunikasi sebesar Rp. 40 trilyun selama periode 2004-2005. Dari total 3% tersebut, yang merupakan produk asli nasional hanya berkisar di angka 0,1% – 0,7% (IDR 1,2 milyar – IDR 8,4 milyar). Dengan kata lain, praktis semua nilai investasi menjadi capital flight yang mempengaruhi balance of payment secara negatif. Akibatnya sebagian besar dana masyarakat yang terkumpul melalui pembayaran pulsa layanan telekomunikasi harus dikirim ke luar negeri sebagai cicilan investasi peralatan tersebut, setidak-tidaknya selama tujuh tahun. Hal ini diperparah oleh maraknya pembelian terminal seluler yang murni produk asing oleh konsumen Indonesia. Akibat dari situasi ini, janji pertumbuhan ekonomi akibat perluasan fasilitas telekomunikasi tidak terjadi secara optimal di Indonesia. Efek multiplier dari investasi terhadap ekonomi lokal tidak terjadi. Sebaliknya setiap penambahan satuan sambungan terpasang (sst) di Indonesia berarti memperluas mekanisme penyedotan dana masyarakat untuk dikirim ke luar negeri. Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan di-offset oleh impak negatif ini. Jalan keluar dari dilema antara perlunya perluasan fasilitas telekomunikasi dengan perlunya menghentikan mekanisme kontraksi ekonomi masyarakat akibat penggunaan layanan telekomunikasi adalah dengan membangkitkan industri telekomunikasi nasional. Industri peralatan telekomunikasi nasional adalah instrumen Indonesia untuk dapat tetap memperluas jangkauan fasilitas telekomunikasi dan menikmati multiplier effect dari investasi tersebut. Bagi sektor yang menghabiskan investasi Rp 40 triliun setahun untuk memperoleh revenue Rp 50 triliun, impak intervensi dari industri nasional terhadap ekonomi nasional sangat luas dan fenomenal. Kehadiran industri peralatan nasional dalam kebijakan pembangunan sektor telekomunikasi ditengarai memiliki impak umpan balik positif pada upaya memperluas daya jangkau layanan telekomunikasi bagi masyarakat.

Menempatkan TIK di Tangan Perempuan dari Kanpur dan Chikan Pekerja Bordir Lucknow

artikel 1
Proyek “Menempatkan TIK di Tangan Perempuan dari Kanpur dan ‘Chikan’ Bordir Pekerja Lucknow” telah berhasil mendirikan pusat di masyarakat miskin di area / Kanpur Lucknow. jangkauan yang luas dan kemitraan strategis dengan pemimpin opini setempat telah menarik populasi target dua perempuan – mereka yang terlibat di sektor informal dan mereka yang terlibat dalam produksi “chikan” bordir – termasuk sebagian besar wanita Muslim. Pusat-pusat menyediakan pelatihan di wilayah target keterampilan: keterampilan komputer, keterampilan kerajinan tangan, dan pengetahuan kesehatan
Proyek “Menempatkan TIK di Tangan Perempuan dari Kanpur dan ‘Chikan’ Bordir Pekerja Lucknow” telah berhasil mendirikan pusat di masyarakat miskin di area / Kanpur Lucknow. jangkauan yang luas dan kemitraan strategis dengan pemimpin opini setempat telah menarik populasi target dua perempuan – mereka yang terlibat di sektor informal dan mereka yang terlibat dalam produksi “chikan” bordir – termasuk sebagian besar wanita Muslim. Pusat-pusat menyediakan pelatihan di wilayah target keterampilan: keterampilan komputer, keterampilan kerajinan tangan, dan pengetahuan kesehatan


http://ekonurzhafar.wordpress.com/2010/12/20/menempatkan-tik-di-tangan-perempuan-dari-kanpur-dan-chikan-pekerja-bordir-lucknow/