Senin, 07 Juni 2010

Penolakan Masyarakat Kendala Utama PLTN

Penolakan masyarakat masih menjadi kendala utama pembangunan PLTN di Indonesia. Berdasarkan survei, baru 47 persen masyarakat Indonesia dapat menerima keberadaan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Untuk mengatasinya, sosialisasi tengah gencar dilaksanakan. Untuk tahun ini, dana sosialisasi PLTN mencapai sekitar Rp 2 miliar.

"Untuk mengatasinya, sosialisasi tengah gencar dilaksanakan. Untuk tahun ini, dana sosialisasi PLTN mencapai sekitar Rp 2 miliar. Sasarannya terutama sekolah dan kampus," kata Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Hubungan Masyarakat Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) Jakarta, Ferhat Aziz usai diskusi publik Forum Dialektika bertema Politik Nuklir di Indonesia yang diselenggarakan Institute of International Studies Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin (7/6/2010).

Ferhat mengatakan, pembangunan PLTN di Indonesia ditargetkan sudah selesai antara 2015-2019. Waktu semakin mendesak karena pembangunan PLTN membutuhkan waktu sekitar 10 tahun.

Saat ini, pembangunan nuklir Indonesia telah semakin tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam yang telah mencanangkan pembangunan PLTN. Ketertinggalan ini bisa berakibat pada hilangnya pasar energi nuklir Indonesia serta meningkatnya ketergantungan energi pada asing.

Dari sisi infrastruktur, sumber daya manusia, maupun penguasaan teknologi, ujar Ferhat, Indonesia sebenarnya sudah siap membangun PLTN. Hal ini dikuatkan dengan evaluasi badan tenaga atom internasional IAEA pada November tahun lalu.

Terkait hal itu, Peneliti Politik Teknologi dari Universitas Teknologi Nanyang Singapura, Sulfikar Amir mengatakan, Pemerintah belum terbuka dalam menyosialisasikan pemanfaatan PLTN. Sejauh ini sosialisasi baru bersifat promosi dan terkesan menutupi risiko yang ada. "Pemerintah perlu lebih berimbang dalam menampilkan risiko ko maupun keuntungan pemanfaatan teknologi nuklir," ujarnya.

Sosialisasi dengan model promosi ini, ujar Sulfikar, justru akan berdampak buruk karena masyarakat tidak disiapkan mengenali dan mengantisipasi resiko pembangunan PLTN. Akibatnya, masyarakat mudah panik dan tidak mempunyai kesiapan terhadap teknologi nuklir.

"Selain itu, sosialisasi model ini justru membuat sebagian masyarakat semakin antipati pada rencana pembangunan PLTN. Karena di sisi lain, komunitas-komunitas yang anti pada PLTN juga gencar menampilkan dampak buruk nuklir," ujarnya.








Sumber:www.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar