Senin, 24 Mei 2010

Tentang Wanita

ejarah sudah banyak mencatat perkembangan kehidupan manusia. Bahkan dari awal mula mereka diciptakan. Baik dikaji dari sudut pandang ilmiah ataupun agama. Tak lepas dari itu semua kiprah wanita pun mulai dipertanyakan dalam sepanjang legenda manusia itu sendiri karena besar dan pesatnya kemajuan berbagai bidang yang sudah ditempuh hingga saat ini. Jelas bukan hanya kaum adam saja yang telah hidup ribuan tahun.

Di sana ada wanita yang selalu exist, yang menemani, mengabdi, membantu. Bahkan yang melahirkan dan membesarkan anak-cucu mereka. Tapi, lagi-lagi ke mana sejarah telah bercerita tentangnya. Bagaimanakah kehidupan membawa dan memperlakukan. Kenapa dunia sekian lama mengabaikannya. Ataukah sebenarnya wanita yang melupakan dirinya.

Fenomena pahit sering kali dirasakan wanita hampir pada setiap periode peradaban manusia. Dari kisah nabi Adam As dan Hawa sebagai manusia pertama yang oleh sebagian agama berpendapat bahwa Hawa-lah penyebab Adam melakukan dosa hingga diturunkan Tuhan ke dunia.

Kemudian munculnya peradaban Mesir kuno, Babilonia, Persia, India, Cina, dengan memperlakukan wanita tak lebih dari seorang budak. Hidupnya pun harus rela berakhir dengan kematian suami, dibakar, atau pun dikubur hidup-hidup bersama mayat suami, menjadi korban sesembahan kepada alam atau dewa-dewa.

Dan, bahkan di Barat yang dipelopori oleh Yunani kuno dan Romawi sebagai peradaban tertua di Barat keberadaan wanita masih berlabelkan sama. Yaitu manusia nomer dua, setengah manusia, atau dengan meminjam istilah Aristoteles, seorang filosof abad ke-4 SM, "A woman was an un-finished man".

Mereka menyekap wanita-wanita terhormatnya dalam istana, memperjualbelikan para wanita dari rakyat biasa, memperlakukan istri-istri mereka semaunya, menjual, mengusir, menganiaya. Atau bahkan membunuhnya. Kemudian dalam masyarakat Arab jahiliyah. Berapa banyak bayi-bayi perempuan yang telah "dipaksa mati" oleh keluarganya. Dan lain sebagainya.

Ribuan tahun dunia telah "dihujani" air mata dan rintihan kepedihan wanita. Ribuan tahun pula mereka memohon kehidupan terhormat untuk kaumnya. Hingga datanglah risalah Rasulullah SAW rahmatan untuk semesta alam.

Islam hadir sebagai agama dan peradaban yang sempurna. Ajarannya telah mengangkat martabat wanita dari kehinaan dan memberikan hak yang sama kepada para umatnya. Baik laki-laki maupun perempuan. Dengan tidak memarginalkan salah satu dari keduanya sesuai dengan fungsi masing-masing.

Pada masa Rasulullah SAW wanita dapat beraktivitas di luar rumah seperti halnya laki-laki. Berjihad, berjamaah di masjid, menghadiri khutbah Rasulullah SAW, mengikuti pertemuan sahabat Nabi, serta masih banyak lagi kebebasan-kebebasan lainnya. Akhirnya tangis para ibunda terdahulu pun terhapus dengan kejayaan Islam sebagai tuntunan yang mengajarkan norma-norma kehidupan terhormat dan terpuji.

Dengan demikian munculah tokoh-tokoh wanita yang berkiprah dalam bidangnya. Di antaranya Khodijah binti Khuwailid (istri pertama Rasulullah SAW), Fatimah Binti Muhammad SAW, Aisyah binti Abi Bakar (istri Rasulullah SAW), Asy-Syifa (guru wanita pertama Islam), Rufaidah (pendiri rumah sakit dan palang merah pertama), Zubaidah (istri Harun Ar-Rasyid), Qohromanah (hakim wanita pertama), Laila Katun (pahlawan wanita pada perang salib), Ummu Kholil (penguasa Mesir), Qoro Fatimah Khanum (pemimpin perang), dan lain-lain.

Ternyata wanita tak selamanya akan terpuruk dan terbelakang seperti zaman-zaman sebelumnya. Kini Islam telah menjawabnya. Lain dulu, kemarin, dan lain sekarang. Kemajuan wanita dan kebebasan berkiprah tak semulus sebagaimana pada zaman Rasulullah SAW.

Di satu sisi terdapat kelompok yang justru mengadopsi persepsi-persepsi keagamaan yang cenderung memojokkan perempuan. Tak heran kalau kita menemukan di era yang serba modern sekarang ini masih ada perlakuan dan sikap-sikap seorang muslim sebagaimana masa jahiliyah pra Islam dahulu.

Seorang ayah atau pun suami yang mengekang wanitanya di rumah dengan tugas-tugas domestik. Tanpa memberikan kesempatan untuk beraktivitas. Apalagi mengembangkan potensi mereka.

Kaum lelaki bisa semaunya sendiri menggunakan dalil-dalil agama untuk kepentingan mereka. Memposisikan wanita di urutan kedua, dan bisa berbuat semena-mena terhadap para wanitanya. Di sisi lain terdapat juga kelompok aktivis feminisme yang menghalalkan segala hal untuk menuntut kesetaraan gender atau persamaan hak yang berdasar keinginan dan kesenangan mereka sendiri. Tanpa memandang kemaslahatan bersama (membabi-buta).

Sebagai reaksi dari dua fenomena di atas maka muncullah para pembela kaum hawa yang ikut memperjuangkan kredibilitas dan hak-hak wanita. Mereka kembali memberikan porsi dan posisi yang seimbang untuk wanita. Kesempatan berkiprah dan lain sebagainya.

Pintu untuk membangun peradaban baru kembali digaungkan. Gerbang sukses dalam segala bidang telah dibentangkan. Namun, justru ketika dunia memperhatikan mereka. Menuruti tuntutan-tuntutannya. Malah banyak dari mereka berbalik mengabaikan itu semua.


Sumber:www.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar